Undang Kabareskrim hingga Kementerian ATR/BPN, Mahfud Ingin Bereskan soal Mafia Tanah

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, ada 14 masalah terkait konflik pertanahan atau mafia tanah.

Foto: Dokkemekopolhukam

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menggelar rapat koordinasi terkait konflik pertanahan.

Rapat itu digelar di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023) sore.

Dalam rapat tersebut Menkopolhukam mengundang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Jamintel dan Jampidum Kejaksaan Agung (Kejagung), Mabes Polri hingga para korban mafia tanah.

Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi, Mabes Polri diwakili langsung oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Agus Andrianto.

Turut hadir pula pejabat atau tokoh negara seperti Denny Indrayana, Anwar Abbas hingga sutradara Eros Djarot yang mewakili sebagai korban mafia tanah.

Dalam rapat itu, Mahfud mengatakan bahwa pemerintah ingin membereskan masalah mafia tanah.

"Jadi, polisi, kejaksaan juga pusing melihat ini (kasus konflik tanah). Karena rusaknya kayak begini," kata Mahfud MD dalam rapat.

Seusai rapat, Mahfud menyatakan bahwa pemerintah sedang mencari solusi untuk mengatasi konflik pertanahan.

"Ya nanti kita masih mencari jalan terobosan karena memang dilematis. Mafia tanah itu dilakukan dengan cara cepat dan melanggar hukum," ujar Mahfud.

Sementara itu, kata Mahfud, pemerintah harus menurut aturan hukum jika ingin menyelesaikan konflik pertanahan.

"Menurut aturan hukum itu urut-urutannya panjang," kata Mahfud.

Berikut 14 masalah terkait konflik pertanahan atau mafia tanah yang disampaikan Mahfud dalam rapat:

  1. Tanah masyarakat dengan sertifikat hak atas tanah yang tidak dikuasai sehingga diserobot oleh pihak lain (masyarakat atau korporasi) secara tanpa hak.
  2. Tanah masyarakat dengan sertifikat hak atas tanah yang dikuasai oleh masyarakat lain tanpa bukti kepemilikan yang sah (bukti kepemilikan pihak lain berupa eigendom verponding letter c, girik, bukti pembayaran pajak)
  3. Tanah negara (BUMN) tiba-tiba ada yang menjual tanpa alas hak.
  4. Tanah yang dihuni oleh masyarakat secara turun temurun (tidak bersertifikat), tetapi terbit sertifikat hak atas tanah pihak lain pada area tanah tersebut.
  5. Tanah yang dihuni oleh masyarakat secara turun temurun (tidak bersertifikat) tetapi diperjualbelikan oleh pihak yang tidak berhak kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan penghuninya (setelah diadukan disuruh ke pengadilan).
  6. Klaim tanah adat/tanah ulayat di atas area tanah bersertifikat milik masyarakat. Masyarakat yang menuntut dipolisikan.
  7. Adanya "Kesalahan BPN/Kantor Pertanahan" Provinsi/Kota/Kab dalam melakukan penerbitan sertifikat hak atas tanah (kesalahan penentuan batas tanah, kesalahan pemetaan/plotting tanah, keabsahan dokumen penerbitan) yang mengakibatkan tumpang tindih area tanah antar masyarakat.
  8. Adanya "dugaan pemalsuan sertifikat" hak atas tanah atau dokumen administrasi yang digunakan untuk penerbitan sertifikat hak atas tanah, sehingga menimbulkan tumpang tindih sertifikat hak atas tanah.
  9. Masyarakat menguasai tanah aset Pemerintah (BMN/BMD/aset BUMN) secara tanpa hak. Terkadang melibatkan orang kuat yang juga memiliki klaim (kasus PTPN-Ponpes).
  10. Terbitnya sertifikat hak atas tanah milik masyarakat di atas Tanah aset Pemerintah perolehan masa lalu (eigendom verponding, BAST, Penguasaan tanah eks Penjajah) yang sudah dicatatkan sebagai aset.
  11. Penguasaan masyarakat pada tanah aset Pemerintah yang tidak dilengkapi dengan sertifikat hak atas tanah (kepemilikan dengan dokumen Keputusan Panglima Angkatan Perang) atas tanah.
  12. Tanah aset negara (BMN/BMD/aset BUMN) yang telah bersertifikat hak namun diputuskan oleh pengadilan menjadi milik masyarakat tanpa disertai sertifikat hak atas tanah (alas hak masyarakat berupa Surat Keterangan Pembagian Tanah).
  13. Penguasaan oleh perseorangan yang melebihi batas yang diperoleh dengan cara membeli tanah masyarakat disertai ancaman, kemudian tanah tersebut dialihkan kepada pihak ketiga (pengembang properti).
  14. Pelapor justru dipidanakan dengan kasus penipuan atau tuduhan lain, sehingga kasus-kasus aslinya hilang (Di KKP sudah ada surat dari BPN dan vonis tapi di ulur-ulur implementasinya setelah belasan tahun jadi kasus lagi).

 

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2023/01/19/18561171/undang-kabareskrim-hingga-kementerian-atr-bpn-mahfud-ingin-bereskan-soal

Liputan media lainnya:

 

Yang kita inginkan: perubahan,.
Perubahan.
Bukan pergantian.

Perubahan” - Erros Djarot