Upaya menghindar dari forum debat yang wajib dilakukan oleh para Capres-Cawapres 2024, bisa dimengerti. Bagi mereka yang pencitraan diri dan penampilan sehari-harinya sudah dipenuhi dengan berbagai polesan, forum debat terbuka ini merupakan momok yang menakutkan. Sebaliknya, forum debat terbuka yang ditayangkan media teve dan ditonton oleh jutaan pemirsa ini, merupakan forum yang justru ditunggu-tunggu oleh para kandidat yang siap tampil sebagai dirinya, apa adanya.
Dari tiga pasangan Capres dan Cawapres 2024, ada yang tampil terlalu percaya diri. Seakan forum debat diyakininya bukan sebagai faktor penentu utama kemenangan dalam Pemilu-Pilpres kali ini. Mungkin dirinya lebih meyakini bahwa kunci meraih kemenangan pada Pilpres 2024 bukan di forum debat ini. Lebih terfokus pada strategi operasi senyap yang utamanya adalah penguasaan terhadap penyelenggaraan, penyelenggara, dan mesin pemilu yang harus sepenuhnya berada dalam kendali kelompoknya. Sarat utamanya, kekuasaan dan para penguasa plus pengusaha, mutlak berpihak dan berada di belakangnya.
Oleh karenanya, sang calon pun tidak terlalu perlu menyiapkan diri untuk tampil secara maksimal. Seperti saat menjawab setiap pertanyaan, bertanya pada kontestan capres yang lain, maupun menyampaikan program, visi, misi dirinya sebagai capres kepada publik lewat forum debat capres ini. Dirinya cenderung terfokus pada arahan pengatur laku yang lebih mengutamakan tampilan sesuai desain konsultan politiknya: harus tampil beda, cuek, humorik, dan menggemaskan. Begitu kesan yang saya tangkap dari kehadiran capres nomor urut 2 dalam acara perdana debat capres yang lalu.
Gaya tampil yang didesain serba trendi ala milenial dan Gen Z ini, konon merupakan arahan dari konsultan politik yang telah sangat sukses mengawal Bong Bong, putra mantan Presiden (Orla) Filipina, dan Sara Duterte, putri Presiden Duterte, Presiden Filipina saat berlangsungnya Pemilu 2022 di Filipina. Atas jasa konsultan politik inilah, pasangan anak para penguasa Filipina, Presiden Marcos dan Presiden Duterte, berhasil dihantar masuk Istana Malacanang sebagai Presiden dan Wakil Presiden Filipina sekarang.
Pasangan Marcos Jr dan Sara Duterte ini, dalam garis politik berdasarkan garis keturunan, sangat mirip dengan posisi garis politik keturunan pasangan Prabowo-Gibran. Beda-beda tipislah, karena Prabowo bukan anak tapi mantu Presiden Suharto, dan Gibran anak Jokowi, Presiden RI saat ini. Dalam hal sosok dan bobot materi keduanya sebagai capres dan cawapres pun, bisa dikatakan serupa walau tak sepenuhnya sama. Sehingga sang konsultan poitik yang sekarang menangani pasangan Capres-Cawapres No.2, menerapkan pola yang juga tidak berbeda (ala Filipina).
Penjelasan ini, cukup menjawab pertanyaan yang santer mencuat di publik; mengapa belakangan ini Prabowo lebih getol mencitrakan dirinya sebagai tokoh berpenampilan ceria, suka berjoget, dengan nama panggilan bukan lagi Jenderal Prabowo Subianto, tapi Si Gemoy..! Begitu juga dengan Cawapres dari kubu No.2, yang tampil ‘sak karepe-sakpenake dewe’, mirip-mirip dengan gaya Sara Duterte ketika berkampanya pada Pemilu 2022 di Filipina.
Namun, bisa jadi desain copy paste ala Pemilu Filipina yang diterapkan konsultan politik yang sekarang mengolah tampilan Capres-Cawapres Paslon No.2 ini, tak akan sepenuhnya berhasil.
Karena kesan yang ditangkap oleh banyak pengamat, penampilan Prabowo pada debat pertama capres, mengingatkan mereka pada gaya selengekan ala cowboy Presiden Donald Trump. Mungkin dikarenakan karakter asli Prabowo yang cukup temperamental, belum sepenuhnya bisa disulap dalam sekejap untuk dapat tampil beda. Terbukti ketika ada lontaran lawan bicara yang berhasil memancing emosinya, langsung wajah dan tampilan aslinya tanpa disadari telah keluar begitu jelas dan nyata. Jauh dari kesan Gemoy yang ceria.
Pemahaman publik tentang Istilah ‘Gemoy’ pun, menjad sedikit bias. Tenyata Gemoy pasca debat capres pertama lebih diartikan sebagai sosok terkadang lucu, nggemesin tapi tidak loveable, melainkan malah mengesankan sedikit menakutkan. Hal sama pencitraan yang ditampilkan Gibran ketika dalam acara tersebut, lebih menampilkan sosok emosional seorang yang mirip penonton pendukung kesebelasan sepak bola, ketimbang sosok seorang Cawapres.
Bisa jadi para konsultan politik paslon Capres-Cawapres No.2 ini, sangat kurang dalam hal memahami dan menghayati suasana batin berikut nilai budaya lokal yang hidup dalam kehidupan rakyat Indonesia hari-hari belakangan ini. Ini Indonesia bung! Dan masyarakat pemilih terbesar ada di pulau Jawa. Lengkap dengan pengaruh budaya Jawa yang mempengaruhi pola laku dan pikir mereka. Lain lubuk lain belalang, lain di sana lain pula di sini. Walaupun yang ditangani adalah sosok anak pejabat negara yang kurang lebih sama-sama berstatus ‘super’.
Anehnya, arahan dari konsultan politik paslon Capres-Cawapres No.2 ini, malah melancarkan aksi membuka tabir yang tidak seharusnya ditampilkan. Karena, yang dilakukan justru menampilkan sosok calon pemimpin yang malah terkesan tidak pas untuk memimpin sebuah negara besar yang bernama Indonesia. Jualan ‘Gemoy’ tanpa rancangan budaya yang pas, justru berdampak negatif, malah membuat si Gemoy menjadi sasaran tembak perolokan dan cemooh publik sejagat Nusantara.
Menyedihkan lagi melihat wajah-wajah para tokoh muda yang sempat dan pernah dijuluki sebagai para pejuang HAM dan Demokrasi di masa perjuangan pada era Refomasi 1998. Hanya dalam waktu cukup semalam saja, kuburan masal digali oleh sang konsultan untuk mengubur para ‘so called’ pejuang HAM dan Demokrasi. Di kuburan mereka jelas terbaca nama-nama si A, B,C,D dan seterusnya, dan di atas batu nisan kuburan mereka bertuliskan: RIP, Rest In Peace para mantan Pejuang HAM dan Demokrasi. Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa mereka. Semoga dan pastikan pula; hilang satu tumbuh seribu. Semoga pula negeri ini berjalan menjadi lebih tenang, damai, dan penuh kebahagiaan…atas pengorbanan mereka yang sungguh luar biasa sia-sia, di luar kebiasaan…amin (qobul).
Semoga Tuhan pun membukakan mata dan pikiran para konsultan impor agar dapat lebih santun dan menaruh rasa hormat kepada cita-cita dan tujuan Indonesia merdeka. Tentunya dengan sedikit saja mau memahami apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Sebuah Indonesia sebagai bangsa dan negara sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam Pembukaan UUD 1945.
Agar mereka, para konsultan politik yang sedang bekerja mencari uang di Indonesia, wajib faham bahwa kemenangan yang diharapkan oleh dua ratusan juta rakyat Indonesia dalam Pemilu-Pilpres 2024, bukan lagi kemenangan ecek-ecek dan terkesan badutan. Kemenangan yang kami tengah perjuangkan adalah kemenangan ‘genuine’; yang tak lain adalah kemenangan bermartabat yang memuliakan seluruh rakyat Indonesia! Bukan yang lucu-lucuan ala catoonist, tapi about people and real people….Indonesian People…indeed!